Skip to main content

DUNIA PESANTREN



Lahirnya Pondok Pesantren

Pondok Pesantren, menurut sejarah akar berdirinya di Indonesia, ditemukan dua versi pendapat. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa Pondok Pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pondok Pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi Kedua, Pondok Pesantren yang kita kenal sekarang ini pada mulanya merupakan pengambil alihan dari sistem Pondok Pesantren yang diadakan orang-orang Hindu di Nusantara ( Depag, 2003:10). Hal ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia lembaga Pondok Pesantren sudah ada di negeri ini. Pendirian Pondok Pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu Pondok Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16. Karya-karya Jawa Klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centini mengungkapkan bahwa sejak petmulaan abad ke-16 ini di Indonesia telah banyak dijumpai lembaga-lembaga yang berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fiqih, aqidah, tasawuf dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu PondokPesantren. Menurut Martin Van Bruinessen (1995:17), tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di Pesantren Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa merupakan suatu tradisi agung (great tradition) Namun bagaimanapun asal mula terbentuknya, Pondok Pesantren tetap menjadi lembaga pendidikan dan keagamaan Islam tertua di Indonesia, yang perkembangannya berasal dari masyarakat yang melingkupinya. Seperti telah diungkap di atas, lembaga-lembaga Pondok Pesantren yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang. Walaupun sulit diketahui kapan permulaan muculnya, namun banyak dugaan yang mengatakan bahwa lembaga Pondok Pesantren mulai berkembang tidak lama setelah masyarakat Islam terbentuk di Indonesia, dan kemunculannya tidak terlepas dari upaya untuk menyebarkan agama Islam di masyarakat.Pada dasarnya, Pondok Pesantren lahir sebagai perwujudan dari dua keinginan yang bertemu. Keinginan orang yang ingin menimba ilmu sebagai bekal hidup (santri) dan keinginan orang yang secara ikhlas mengajarkan ilmu dan pengalamannya kepada umat (kyai). Sehingga Pondok Pesantren menjadi sebuah lembaga pendidikan yang memadukan dua keinginan tersebut. Pendidikan yang dilakukan di Pesantren memiliki karakteristik yang khas dengan orientasi utama adalah melestarikan ajaran islam serta mendorong para santri untuk menyampaikannya lagi kepada masyarakat, oleh karena itu pesantren juga dapat dipandang sebagai lembaga da’wah yang berperan besar dalam pengembangan agama Islam di IndonesiaKarena Islam masuk dan berkembang di Indonesia melalui perdagangan internasional yang pusatnya adalah kota-kota pelabuhan, maka masyarakat Islam di Indonesia pada permulaannya adalah masyarakat kota. Pembentukan masyarakat kota ini tentunya mempengaruhi pula pembentukan lembaga pendidikan yang kebetulan belum eksis. Sehingga kota-kota itu menjadi pusat-pusat studi Islam yang dikembangkan oleh para ulama yang berada di sana. Namun kemudian Pesantren juga tumbuh dan berkembang di Pedesaan, bahkan belakangan ini sebagian besar Pesantren berlokasi di pedesaan, namun demikian, hal yang tetap sama adalah isi pengajarannya yang diberikan melalui pengajaran kitab-kitab kuning, meski persoalan-persoalan masyarakat (sosial), ekonomi dan bahkan politik ikut menjadi perhatian para pelajar/santri saat itu. Maka tidaklah mengherankan jika di masa sekarang peranan pondok pesantren juga merambah ke berbagai bidang kehidupan seperti pemberdayaan pendidikan dan ekonomi masyarakat, karena memang pada dasamya Pesantren telah berakar dan melembaga di masyarakat, sehingga pengaruhnya juga cukup dominan.

Pengertian dan ciri-ciri Pondok Pesantren
Untuk memahami makna dan pengertian Pondok Pesantren, terlebih dahulu perlu difahami makna katanya, istilah Pondok berasal dari bahasa Arab Funduq yang berati hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal sederhana (Yasmadi, 2005:62), sementara itu untuk istilah Pesantren terdapat perbedaan dalam memaknainya khususnya berkaitan dengan asal-usul katanya. , disamping itu secara etimologis pesantren berasal dari kata santri, bahasa tamil yang berarti guru mengaji (Johns), sedang C.C Berg berpendapat asal katanya shastri bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu (Zamakhsyari Dhofier, 1982:18). Fakta lain yang menunjukkan bahwa Pondok Pesantren bukan berasal dari tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga Pondok Pesantren di negara-negara Islam lainnya. Menurut Nurcholish Madjid (1997:19-20) ada dua pendapat berkaitan dengan istilah pesantren. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa sanskerta yang artinya melek huruf, kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa jawa dari kata cantrik, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap. Zamakhsyari Dhofier (1982:1 8) berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama, atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Sementara itu Karel A. Steenbrink (1994:20) menyatakan sebagai berikut :“Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil alih oleh Islam”Pendapat di atas pada dasarnya tidak menunjukan suatu kontradiksi, melainkan lebih bersifat saling melengkapi, sehingga, meskipun terdapat perbedaan dalam melihat asal-usul kata Pesantren, namun tidak terdapat perbedaan esensial, oleh karena itu secara sederhana pesantren dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan pada siswa membaca kitab-kitab agama (Agama Islam), dan para siswanya tinggal bersama guru mereka. Setelah mendapat gambaran umum tentang makna Pondok Pesantren, untuk lebih memahaminya, maka melihat ciri-ciri atau karakteristik sebuah pesantren menjadi amat penting untuk diketahui agar diperoleh pemahaman lebih jauh tentang Pondok Pesantren. Zamakhsyari Dhofier (1982:44-45) mengemukakan lima ciri dari suatu Pondok Pesantren yaitu :PondokMasjidPengajian kitab-kitab Islam klasik/kitab kuningSantri Kyai Sementara itu ciri-ciri Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang lain dikemukakan oleh Departemen Agama (2003:40) dimana pesantren memiliki komponen-komponen berikut : Kyai, sebagai pimpinan Pondok Pesantren, Santri yang bermukim di asrama dan belajar pada kyai, Asrama, sebagai tempat tinggal para santri, Pengajian sebagai bentuk pengajaran kyai terhadap para santri, Masjid, sebagai pusat pendidikan clan pusat kompleksitas kegiatan Pondok Pesantren.Dari kedua pendapat di atas nampak bahwa tidak ada perbedaan mengenai ciri-ciri Pondok Pesantren, dan berikut ini akan dikemukakan penjelasan untuk masing-masing komponen tersebut dengan mengacu pada pendapat Zamakhsyari Dhofier.

Pondok, Sebuah pesantren pada dasarnya adalah suatu lembaga pendidikan yang menyediakan asrama atau pondok (pemondokan) sebagai tempat tinggal bersama sekaligus tempat belajar para santri di bawah bimbingan kyai. Asrama untuk para santri ini berada dalam lingkungan komplek pesantren di mana kyai beserta keluarganya bertempat tinggal serta adanya masjid sebagai tempat untuk beribadah dan tempat untuk mengaji bagi para santri. Pada pesantren yang telah maju, pesantren biasanya memiliki kompleks tersendiri yang dikelilingi oleh pagar pembatas untuk dapat rnengawasi keluar masuknya para santri serta untuk memisahkan dengan lingkungan sekitar. Di dalam komplek itu diadakan pemisahan secara jelas antara perumahan kyai dan keluarganya dengan asrama santri, balk putri maupun putra.Pondok yang merupakan asrama bagi para santri ini merupakan ciri spesifik sebuah pesantren yang rnembedakannya dengan sistem pendidikan surau di daerah Minangkabau. Paling tidak terdapat empat alasan utama pesantren membangun pondok (asrama) untuk para santrinya. Pertama, ketertarikan santri-santri untuk belajar kepada seorang kyai dikarenakan kemasyhuran atau kedalaman serta keluasan ilmunya yang rnengharuskannya untuk meninggalkan kampung halamannya untuk menetap di kediaman kyai itu. Kedua, kebanyakan pesantren adalah tumbuh dan berkembang di daerah yang jauh dari keramaian pemukiman penduduk sehingga tidak terdapat perumahan yang cukup mernadai untuk menampung para santri dengan jumlah banyak. Ketiga, terdapat sikap timbal balik antara kyai dan santri yang berupa terciptanya hubungan kekerabatan seperti halnya hubungan ayah clan anak. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Keempat, untuk memudahkan dalam pengawasan clan pembinaan kepada para santri secara intensif clan istiqomah. Hal ini dapat dimungkinkan jika tempat tinggal antara guru clan murid berada dalam satu lingkungan yang sama.

Masjid, Elemen penting lainnya dari pesantren adalah adanya masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri baik untuk pelaksanaan shalat lima waktu, shalat jum’at, khutbah maupun untuk pengajaran kitab-kitab kuning. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan ini merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan Islam sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, sahabat dan orang-orang sesudahnya. Tradisi yang dipraktekkan Rasulullah ini terus dilestarikan oleh kalangan pesantren. Para kyai selalu mengajar murid-muridnya di masjid. Mereka menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepada para santri, terutama ketaatan dan kedisiplinan. Penanaman sikap disiplin kepada para santri dilakukan melalui kegiatan shalat berjamaah setiap waktu di masjid, bangun pagi serta yang lainnya. Oleh karena itu masjid merupakan bangunan yang pertama kali dibangun sebelum didirikannya sebuah Pondok Pesantren.

Pengajian Kitab-Kitab Kuning (Kitab Klasik Islam). Tujuan utama dari pengajian kitab-kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama. Sedangkan bagi para santri yang hanya dalam waktu singkat tinggal di pesantren, mereka tidak bercita-cita menjadi ulama, akan tetapi bertujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan. Dalam kegiatan pembelajaran, pesantren umumnya melakukan pemisahan tempat antara pembelajaran untuk santri putra dan santri putri. Mereka diajar secara terpisah dan kebanyakan guru yang mengajar santri putri adalah guru laki-laki. Keadaan ini tidak berlaku untuk sebaliknya. Pada beberapa pesantren lain ada yang menyelenggarakan kegiatan pendidikannya secara bersama (co education) antara santri putra dan santri putri dalam satu tempat yang sama dengan diberi hijab (pembatas) berupa kain atau dinding kayu. Keseluruhan kitab-kitab kuning yang diajarkan sebagai materi pembelajaran di pesantren secara sederhana dapat dikelompokkan ke dalam sembilan kelompok, yaitu: Tajwid, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Aqidah, Akhlaq/Tasawuf, Fiqh, Ushul Fiqh, Nahwu (syntax) dan Sharaf (morfologi), Manthiq dan Balaghah, dan Tarikh Islam

Santri, Secara generik santri di pesantren bermakna seseorang yang mengikuti pendidikan di Pesantren, dan dapat dikelompokkan pada dua kelompok besar, yaitu: santri mukim dan santri kalong.Santri mukim adalah para santri yang datang dari tempat yang jauh sehingga ia tinggal dan menetap di pondok (asrama) pesantren. Sedangkan santri kalong adalah para santri yang berasal dari wilayah sekitar pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan menetap di pondok, mereka bolak-balik dari rumahnya masing-masing.pesantren ini dikenal adanya masa penerimaan santri baru serta adanya seleksi bagi para calon santri itu serta adanya kesamaan dan keseragaman (unifikasi) waktu yang ditempuh oleh santri yang satu dengan santri yang lain pada jenjang pendidikan yang sama.Para santri yang belajar di pesantren salaf penyeleksian dilakukan secara alami yakni mereka akan memilih sendiri kitab-kitab yang akan dipelajari berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan individual antara santri yang satu dengan yang lain jelas terlihat pada sistem pendidikan ini. Bagi santri yang pundai, la akan dapat menyelesaikan pembacaan sebuah kitab dalam waktu yang relatif cepat dibanding dengan teman-temannya yang kurang pandai. Sehingga walaupun waktu yang ditempuh antara santri yang satu dan yang lain sama umpamanya, akan tetapi pengetahuan yang diperoleh dari banyaknya kitab yang dibaca oleh para santri itu akan berbeda.Pada dasarnya pesantren tidak melakukan seleksi khusus kepada para calon santrinya, terutama seleksi untuk diterima atau ditolak. Para calon santri siapa saja yang datang akan diterima sebagai santri pada pesantren tersebut kapanpun ia mau sepanjang tahun karena di pesantren tidak dikenal adanya tes penerimaan santri baru serta tahun pelajaran baru. Hal ini berbeda bagi pesantren modern. Pesantren yang telah maju, biasanya menerapkan ketentuan-ketentuan sebagaimana halnya yang berlaku dalam sistem sekolah. Sehingga pada

Kyai dan Ustadz, The kyai is the most essential element of a pesantren, because he, assisted by some ustadzs, leads and teaches Islam to the santris. In many cases, he is even the founder of the pesantren (Raihani, 2001:27). Kyai dan ustadz (asisten kyai) merupakan komponen penting yang amat menentukan keberhasilan pendidikan di pesantren. Selain itu tidak jarang kyai atau ustadz adalah pendiri dan pemilik pesantren itu atau keluarga keturunannya. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan suatu pesantren amat bergantung pada pigur kyai atau ustadz tadi. Sehingga pertimbangan utama seorang santri yang akan memasuki suatu pesantren adalah berdasar pada kebesaran dan kemasyhuran nama yang disandang oleh Kyainya.

Tipologi Pondok Pesantren
Meskipun secara umum ciri-ciri Pondok Pesantren hampir sama atau bahkan sama, namun dalam realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan hsubstansi yang diajarkan. Secara umum Pondok Pesantren dapat dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu Pesantren Salafiyah dan Pesantren Khalafiyah. Pesantren Salafiyah sering disebut sebagai Pesantren tradisional, sedang Pesantren Khalafiyah disebut Pesantren Modern.Pondok Pesantren Salafiyah adalah pondok Pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem pendidikan khas Pondok Pesantren, baik kurikulum maupupun metode pendidikannya. Bahan ajar meliputi ilmu-ilmu Agama Islam, dengan menggunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab, sesuai dengan tingkat kemempuanmasing-masing santri, sedangkan Pesantren Khalafiyah adalam Pondok Pesantren yang mengadopsi sistem Madrasah atau Sekolah, dengan kurikulum disesuaikan dengan kurikulum pemerintah baik dengan Departemen Agama, maupun Departemen Pendidikan nasional. Di dalam buku Pola Pengembangan Pondok Pesantren (2003:41) dijelaskan sebagai berikut :

Pondok Pesantren Salafiyah, Pondok Pesantren Salafiyah adalah Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama Islam yang kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran (pendidikan dan pengajaran) yang ada pada Pondok Pesantren ini dapat diselenggarakan dengan cara non-klasikal atau dengan klasikal. Jenis Pondok Pesantren ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti kurikulum ala Pondok Pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas yang dimiliki oleh Pondok Pesantren. Penjenjangan dilakukan dengan cara memberikan kitab pegangan yang lebih tinggi dengan funun (tema kitab) yang sama, setelah tamatnya suatu kitab. Para santri dapat tinggal dalam asrama yang disediakan dalam lingkungan Pondok Pesantren, dapat juga mereka tinggal di luar lingkungan Pondok Pesantren (santri kalong).

Pondok Pesantren Khalafiyah (`Ashriyah).Pondok Pesantren Khalafiyah adalah Pondok Pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan, juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal (sekolah), baik itu jalur sekolah umum (SD, SMP, SMU clan SMK), maupun jalur sekolah berciri khas agama Islam (MI, MTs, MA atau MAK). Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan pada PondokPesantren ini memiliki kurikulum Pondok Pesantren yang klasikal dan berjenjang, dan bahkan pada sebagian kecil Pondok Pesantren pendidikan formal yang diselenggarakannya berdasarkan pada kurikulum mandiri, bukan dari Departemen Pendidikan Nasional atau Departemen Agama. Pondok Pesantren ini mungkin dapat pula dikatakan sebagai Pondok Pesantren Salafiah plus. Pondok Pesantren Salafiyah yang menambah lembaga pendidikan formal dalam pendidikan dan pengajarannya. Penjenjang dapat dilakukan berdasarkan pada sekolah formalnya atau berdasarkan pengajiannya (seperti pada Pondok Pesantren Salafiah). Para santri yang ada pada Pondok Pesantren tersebut pun adakalanya “mondok,” dalam arti sebagai santri dan sebagai siswa sekolah. Adakalanya pula sebagian siswa lembaga sekolah bukan santri Pondok Pesantren, hanya ikut pada lembaga formal saja. Bahkan dapat pula santrinya hanya mengikuti pendidikan kepesantrenan saja. Disamping dua jenis pesantren sebagaimana disebutkan di atas, Yacub (1985:70) menambahkan dua jenis pesantren lainnya yaitu Pesantren Kilat dan Pesantren terintegrasi. Pesantren kilat adalah pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat, sedangkan pesantren terintegrasi adalah pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan, dimana santrinya kebanyakan berasal dari kalangan (anak) putus sekolah atau para pencari kerjaPenjenisan lainnya yang lebih rinci tentang Pondok Pesantren terlihat dari peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1979 yang mengungkapkan bentuk Pondok Pesantren sebagai berikut : Pondok Pesantren Tipe A, yaitu Pondok Pesantren di mana para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan Pondok Pesantren dengan pengajarannya yang berlangsung secara tradisional (wetonan atau sorongan); Pondok Pesantren Tipe B, yaitu Pondok Pesantren yang melaksanakan pengajaran secara klasikal (madrasah) dan pengajaran oleh kyai bersifat aplikasi dan diberikan pada waktu-waktu tertentu. Para santri tinggal di asrama lingkungan Pondok Pesantren; Pondok Pesantren Tipe C, yaitu Pondok Pesantren yang hanya merupakan asrama, sedangkan para santrinya belajar di luar (madrasah atau sekolah umum) dan kyai hanya merupakan pengawas dan pembina mental para santri tersebut, Pondok Pesantren Tipe D, yaitu Pondok Pesantren yang menyelenggarakan sistem Pondok Pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasahBentuk atau jenis/tipe Pondok Pesantren seperti yang diungkapkan di atas amat penting untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas berkaitan dengan Pondok Pesantren. Namun demikian, dalam kenyataannya sesungguhnya perkembangan Pondok Pesantren tidak terbatas pada pengelompokan sebagaimana dikemukakan terdahulu, namun dapat lebih beragam banyaknya, bahkan dari tipe yang sama pun sering terdapat perbedaan tertentu yang menjadikan satu sama lain tidak sama.Selanjutnya, dalam upaya mengakomodasi perkembangan yang terjadi dalam jenis/bentuk pesantren, Departemen Agama mengemukakan berbagai bentuk Pondok Pesantren yang muncul yang sering menunjukan kombinasi bentuk di antaranya sebagai berikut (Depag, 2003:25-26) Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pengajim kitab-kitab klasik (salafiyah), sebagaimana pengertian umum yang telah diungkap di atas. Para santri dapat diasramakan, kadangkala tidak diasramakan. Mereka yang tidak diasramakan tinggal di masjid dan atau rumah-rumah penduduk yang berada di sekitar masjid atau rumah kyai. Pondok Pesantren seperti yang telah diungkapkan pada poin a namun memberikan tambahan latihan keterampilan atau kegiatan pada para santri pada bidang-bidang tertentu dalam upaya penguasaan keterampilan individu atau kelompok. Termasuk dalam kategori ini adalah Pondok Pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan potensi umat. Pondok Pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pengajian kitab namun lebih mengarah pada upaya pengembangan tarekat/sufisme, namun para santrinya kadang-kadang ada yang diasramakan, adakalanya pula tidak diasramakan. Pondok Pesantren yang hanya menyelenggarakan kegiatan keterampilan khusus agama Islam, kegiatan keagamaan, seperti tahfidz (hafalan) Al-Quran dan majelis taklim, seperti halnya dengan yang tersebut sebelunmya, adakalanya santri diasramakan, adakalanya tidak. Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab klasik, namun juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal ke dalam lingkungan Pondok Pesantren. Siswa pada lembaga pendidikan formal ada yang tidak tinggal di asrama bukan termasuk kategori santri (tidak ikut pengajian). Kadang-kadang ada santri yang hanya ikut pengajian saja dan tidak tinggal di asrama. Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pengajaran pada orang-­orang yang menyandang masalah sosial. Patut dicatat bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh pengajaran yang layak, maka diupayakan adanya penyelenggaraan Pondok Pesantren yang memberikan bentuk pengajaran khusus mereka yang memiliki cacat tubuh atau keterbelakangan mental dalam sebuah penyelenggaraan Madrasah Luar Biasa di Pondok Pesantren dan juga bagi mereka yang yatim atau anak jalanan dalam sebuah panti asuhan yang dikelola sebagai Pondok Pesantren. Pondok Pesantren yang merupakan kombinasi dari beberapa poin atau seluruh poin yang tersebut di atas (konvergensi).Dari penjelasan di atas nampak betapa banyak variasi jenis pesantren, namun demikian suatu lembaga dapat disebut Pondok Pesantren apabila komponen-komponen yang merupakan ciri Pondok Pesantren terdapat di dalamnya sebagaimana dikemukakan dalam Pola Pengembangan Pondok Pesantren (2003:26) bahwa apapun bentuk dan tipe sebuah Pondok Pesantren, la dapat dikatakan sebagai Pondok Pesantren jika terpenuhinya sekurang-kuangnya ciri-ciri yang telah disebut diatas (Pondok, Masjid, Pengajaran Agama, Kyai, dan Santri).Dengan keadaannya yang seperti tersebut di atas, Pondok Pesantren telah mencirikan dirinya sebagai sebuah lingkungan pendidikan yang integral. Dibandingkan dengan lingkungan pendidikan parsial yang ditawarkan sistem pendidikm sekolah di Indonesia sekarang ini, sebagai budaya pendidikan nasional, Pondok Pesantren mempunyai kultur yang unik. Karena keunikannya, Pondok Pesantren digolongkan ke dalam subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman Wahid (Dawam Rahardjo (ed).1983:39).

Proses Pendidikan di Pondok Pesantren
Dalam melaksanakan porses pendidikan di Pondok Pesantren meskipun dilaksanakan secara tradisional, namun terdapat beberapa kegiatan yang umumnya dilakukan oleh pengelola Pondok Pesantren. Dalam hubungan ini dominasi Kyai sebagai Pimpinan Pondok dalam menentukan hal-hal yang harus dialakukan dalam menjalankan kegiatan pendidikan, bahkan oleh beberapa Pakar dipadankan sebagai Raja, “A pesantren is paralleled by some experts as a kingdom in which the kyai is the king. This implies that the kyai has total power and authority to control any aspect of his pesantren” (Raihani, 2001:30). Berikut ini akan dikemukakan beberapa kegiatan yang umumnya dilakukan atau perlu dilakukan dalam mengelola proses pendidikan di Pondok Pesantren

Sistem Manajemen dan Pengelolaan Pondok Pesantren
Dalam penyelenggaraan Pondok Pesantren, dapat diungkapkan, bahwa ada beberapa faktor yang berperan dalam sistem penyelenggaraan Pondok Pesantren yaitu : manajemen sebagai faktor Upaya, organisasi sebagai faktor Sarana dan administrasi sebagai faktor karsa (Depag, 2003:56). Ketiga faktor ini memberi arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan penyelenggaraan, mengawasi serta menilai pelaksanaan kebijakan kebijakan dalam usaha menyelenggarakan kegiatan pendidikan yang sesuai dengan tujuan Pondok Pesantren. Dalam mengelola Pondok sebagai suatu lembaga Pendidikan, peran Kyai sangat besar dalam menentukan tujuan dan kegiatan yang harus dilakukan, namun hal itu dilakukan dengan pembagian tugas meskipun tidak tertulis yang biasanya dibebrikan pada keluarga Kyai sendiri. Sementara itu dalam membantu mengkoordinasikan kegiatan pendidikan para santri, biasanya ada diantara santri senior yang diberi tanggungjawab untuk mengerjakannya Kondisi tersebut tidak terlepas dari karakteristik Pesantren Salafiyah yang bersifat kekeluargaan sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Tafsir (2006:211) bahwa kebanyakan pesantren merupakan pesantren keluarga. Sebutan itu diberikan karena pada umumnya kebutuhan fisik pesantren adalah milik keluarga, sehingga Kyai seperti Raja di Pesantrennya, Kondisi ini jelas makin memperkuat pengaruh Kyai dan keluarganya dalam mengelola proses pendidikan di Pondok Pesantren. Keadaan ini telah menjadikan hampir seluruh pengelolaan sumberdaya baik fisik ataupun finansial ditangani langsung oleh Kyai atau oleh Keluarga Kyai dengan bantuan Santri yang dipercaya.Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, Pondok Pesantren umumnya didukung oleh tenaga Pendidik dan tenaga kependidikan Pondok Pesantren yang terdiri dari kyai, guru/ ustadz dalam berbagai funun (bidang ilmu) baik itu pelajaran maupun pengkajian kitab, pengurus Pondok Pesantren, pimpinan unit-unit kegiatan daan tenaga kesekretariatan Pondok Pesantren. Jumlah tenaga kependidikan tergantung pada volume kegiatan yang telah diorganisir untuk mencapai tujuan utama. Namun dalam penerapan tenaga kependidikan umumnya menggunakan keluarga Kyai, atau melibatkan beberapa orang santri senior yang dianggap mampu menurut pandangan Kyai atau keluarga Kyai.

Proses Pembelajaran di Pondok Pesantren.

Dalam pembelajaran yang diberikan oleh Pondok Pesantren kepada santrinya, sesungguhnya Pondok Pesantren mempergunakan suatu bentuk “kurikulum” tertentu yang telah lama dipergunakan. Yaitu dengan sistem pengajaran tuntas kitab yang dipelajari (kitabi) yang berlandaskan pada kitab pegangan yang dijadikan rujukan utama Pondok Pesantren tersebut untuk masing-masing bidang studi yang berbeda. Sehingga akhir sistem pembelajaran yang diberikan oleh Pondok Pesantren bersandar kepada tamatnya buku atau kitab yang dipelajari, bukan pada pemahaman secara tuntas untuk suatu topik (maudlu’i). Penamaan batasan penjenjangan pun bermacam-macam. Ada yang mempergunakan istilah marhalah, sanah dan lainnya. Bahkan ada pula yang bertingkat seperti Madrasah Formal, ibtida’i, tsanawy dan `aly.Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ke tujuan. Dalam kaitannya dengan Pondok Pesantren, ajaran adalah apa yang terdapat dalam kitab kuning atau kitab rujukan atau referensi yang dipegang oleh Pondok Pesantren tersebut. Pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersebut dapat dicapai melalui metode pembelajaran tertentu yang biasa digunakan oleh Pondok Pesantren. Selama kurun waktu yang panjang, Pondok Pesantren telah memperkenalkan dan menerapkan beberapa metode: weton atau bandongan, sorogan dan hafalan (tahfidz). Di beberapa Pondok Pesantren dikenal metode “munazharah”. Metode-metode ini dapat diterapkan dalam klasikal maupun non klasikal. Metode Wetonan atau Bandongan. Metode weton atau bandongan adalah cara penyampaian ajaran kitab kuning di mana seorang guru, kyai atau ustadz membacakan clan menjelaskan isi ajaran/kitab kuning tersebut, sementara santri, murid atau siswa mendengarkan, memaknai dan menerima. Dalam metode ini, guru berperan katif, sementara murid bersikap pasif.Metode Sorogan, Dalam metode sorogan, sebaliknya, santri yang menyodorkan kitab (sorog) yang akan dibahas dan sang guru mendengarkan, setelah itu beliau memberikan komentar, penjelasan dan bimbingan yang dianggap perlu bagi santri.Metode Hafalan (Tahfidz), Metode ini telah menjadi ciri yang melekat pada sistem pendidikan tradisional, termasuk Pondok Pesantren. Hal ini amat penting pada sistem keilmuan yang lebih mengutamakan argumen naqli, transmisi dan periwayatan (normatif). Akan tetapi ketika konsep keilmuan lebih menekankan rasionalitas seperti yang menjadi dasar sistem pendidikan modern, metode hafalan kurang dianggap penting. Sebaliknya yang penting adalah kreativitas clan kemampuan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Memang keberadaan metode hafalan ini masih perlu dipertahankan, sepanjang berkaitan dengan penggunaan argumen naqli dan kaidah-kaidah umum. Metode Diskusi (musyawarahlmunazharahlmudzakarah) Metode ini berarti penyajian bahan pelajaran dilakukan dengan cara murid atau santri membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning. Dalam kegiatan ini kyai atau guru bertindak sebagai “moderator”. Dengan metode ini diharapkan dapat memacu para santri untuk dapat lebih aktif dalam belajar. Melalui metode ini akan tumbuh dan berkembang pemikiran-pemikiran kritis, analitis dan logis. Adapun kegiatan mudzakarah dapat diartikan sebagai pertemuan ilmiah yang membahasa masalah diniyah. Kegiatan ini dibedakan menjadi dua macam berdasarkan peserta yang disertakan, mudzakarah yang diadakan sesama kyai dan para ulama dan mudzakarah yang diselenggarakan sesama santri atau siswa, yang keduanya membagas masalah keagamaan.Bila untuk kyai dan para ulama kegiatan ini lebih bertujuan untuk mencari jawaban dan jalan keluar untuk suatu masalah, maka kegiatan yang dilakukan para santri lebih benapa melatih diri dalam memecahkan sesuatu persoalan yang hasilnya kemudian diberikan kepada kyai. Dalam diskusi santri ini, kyai kadang-kadang bertindak sebagai pimpinan diskusi atau biasanya oleh santri senior atau bahkan para santri dibiarkan saja secara mandiri menyelenggarakannya.Sistem Majelis Taklim (musyawarah/munazharah) Metode yang dipergunakan adalah pembelajaran dengan cara ceramah, biasanya disampaikan dalam kegiatan tabligh atau kuliah umum.

Materi Pembelajaran di Pondok PesantrenMateri Pembelajaran yang diberikan di Pondok Pesantren mengacu pada isi materi yang terdapat dalam Kitab kuning, sehingga Pimpinan Pondok tinggal menentukan kitab apa yang harus dipelajari oleh santri. Hal itu juga menggambarkan kompetensi yang harus dicapai santri. kitab yang dipelajari biasanya tidak dilengkapi dengan sandangan (syakl), oleh karena kitab kuning juga kerap disebut oleh kalangan Pondok Pesantren sebagai “kitab gundul.” Dan karena rentang waktu sejarah yang sangat jauh dari kemunculannya sekarang, tidak sedikit yang menjuluki kitab kuning ini dengan “kitab kuno.”Pengajaran kitab-kitab ini meskipun berjenjang namun materi yang diajarkan kadang-kadang berulang-ulang. Hanya berupa pendalaman dan perluasan wawasan santri. Memang ini menjadi salah satu bentuk penyelenggaraan pengajaran Pondok Pesantren yang diselenggarakan berdasarkan sistem (kurikulum) kitabi. Berdasarkan pada jenjang ringan beratnya muatan kitab. Tidak berdasarkan tema-tema (maudhlu’i) yang memungkinkan tidak terjadinya pengulangan namun secara komprehensif diajarkan permateri pada para santri. Meski diajarkan dengan sistem kitabi tetap terjaga sistematika kitab, berdasarkan pada fan-nya/bidang bahasan. Penjenjangan berdasarkan Kitab yang dipelajari santri, dalam pelaksanaannya di Pondok-pondok Pesantren tidaklah menjadi suatu kemutlakan. Bahkan dapat saja Ponclok Pesantren memberikan tambahan atau melakukan inovasi atau pula mengajarkan kitab-kitab yang lebih populer clan efektif. Adapun alokasi waktu dan mata pelajaran atau kitab yang di ajarkan sehari-hari dapat ditentukan sendiri oleh Kyai atau Uatadz atau yang bertanggung jawab dalam bidana pendidikan dengan memperhatikan keadaan atau kondisi Ponclok Pesantren dari seci penyelenggaraan clan sumber daya manusia.

Masa Pembelajaran di Pondok Pesantren
Dikarenakan terdapat bermacam-macam model dan bentuk Pondok Pesantren yang secara langsung berhubungan dengan model dan bentuk pembelajarannya, maka masa atau lama waktu belajar yang dimanfaatkan oleh para santri selama di Pondok Pesantren menjadi berbeda-beda pula. Selesainya masa pembelajaran adalah jika ia sudah merasa cukup atau kyai menganggap dirinya cukup memiliki pengetahuan agama. Waktu pembelajaran Pondok Pesantren biasanya adalah setelah shalat subuh berjamaah di masjid, setelah shalat `ashar dan setelah shalat `Isya. Pengajian ini dilakukan secara berjenjang atau secara keseluruhan, tergantung metode atau sistem penyelenggaraan yang dilakukan. Sedangkan waktu pagi sampai siang, biasanya diisi dengan kegiatan mandiri atau keterampilan khusus yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (2002) Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Teori Dan Praktek. Jakarta, Rineka Cipta

Atmodiwirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya

Azra. Azyumardi (2001). Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru, Jakarta, KalimahBruinessen, Martin Van (1995). Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Bandung, Mizan.Departemen Agama RI (2003), Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.——- (2003). Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam——- (2004) Petunjuk Teknis Pondok Pesantren. Jakarta. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

——– (1999) Manajemen Madrasah Aliyah. Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,.

Dhofier. Zamakhsyari, (1982). Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta. LP3ESGhazali, Bahri (2003). Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta, PrasastiMadjid, Nurcholish (1997), Bilik-bilik Pesantren, sebuah Potret Perjalanan, Jakarta. Paramadina.Mastuhu (1999). Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta. Logos Wacana Ilmu.Mastuki (2001). Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, Jakarta Depag, Ditjen Kelembagaan Agama IslamMcMillan, James H. & Sally Schumacher (2001) Research in Education, A Conceptual Introduction, New York, LongmanMukhtar, Maksum (2001), Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Logos Wacana Ilmu

Pidarta, Made. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara.

Rahardjo. Dawam (ed) (1983). Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta, Lembaga Penelitian, Pengembangan Pendidikan, Ekonomi dan SosialRaihani, (2001). Curriculum Construction in The Indonesian Pesantren, Tesis, University of Melbourne, (diakses, 10 Mei 2006)

Razik, Taher A, 1995. Fundamental Concepts of Educational Leadership and Management,New Jersey. Prentice Hall.

Richardson, Elizabeth.(1977).The Teacher, The School, and The task of Management london: Heinemann Educational Books Ltd.

Rifa’i, M. 1980. Pengantar Administrasi Pendidikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung, Adsup.

Saleh, Abdul Rachman. (2000). Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta, Gemawindu

Satori, Djam’an. 1980. Administrasi Pendidikan. Bandung. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung Adsup.

Sergiovanni ,Thomas J., tt. Educational Governance and Administration, Prentice Hall. Inc

Sherry Keith, Robert Girling, 1991. Education, Management and Participation, Boston: Allyin and Bacon.

Siradj, Said Aqiel. et al (1999). Pesantren Masa Depan, Bandung, Pustaka Hidayah.Steenbrink, Karel A. (1986) Pesantren, Madrasah, Sekolah. Pendidikan Islam dalam kurun modern. Jakarta. LP3ES

Sugiyono, (2000). Metode Penelitian Bisnis, Bandung: CV Alfabeta.

——-. (1999). Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.

Sumanto, (1995). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Yogyakarta: Andi Offset

Sutisna. Oteng. (1989). Administrasi Pendidikan, Bandung: Angkasa.

Tafsir, Ahmad. (2006). Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Thoha, Miftah. (1986). Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali

Tilaar, HAR, (1992). Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung; Remaja Rosda Karya.

——-, (1993). Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda karya.

Turney, C. et al, (1992). The School manager, Australia, Allen and unwin.

Uwes, Sanusi. (1999). Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, Bandung. Logos Wacana Ilmu.

Wahjosumidjo (1987). Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta: Ghalia Indonesia.

——-. (1999). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Raja Grafindo persada.

Yacub. (1985). Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, Bandung. AngkasaYasmadi, (2005), Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta, Quantum Teaching.Yin, Robert K. (1994). Case Study Research, Design and Methods, London, Sage Publication

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan Idul Fitri Yang Benar (Sesuai Rasulullah SAW)

Hari kemenangan akan segera tiba. Di Indonesia setiap hari Lebaran (Idul Fitri) tiba semua orang mengucapkan selamat dengan bermacam-macam cara. Ada yang dengan pantun serius, pantun plesetan, ungkapan yang sangat puitis, dll. (Ini “pancingan” dari operator selular agar semua orang kirim SMS sehingga traffic SMS meningkat yang ujung-ujungnya pendapatan mereka juga meningkat atau memang murni ucapan dari seseorang kemudian di forward setelah diedit sedikit, biasanya nama dan keluarga. ucapanya sih sama persis). Nah, bagaimana yang dilakukan Nabi? Hampir semua ucapan yang beredar tidak ada riwayatnya kepada Rasulullah kecuali ucapan: Taqabbalallahu minaa wa minka , yang maknanya, “Semoga Allah SWT menerima amal kami dan amal Anda.” Maksudnya menerima di sini adalah menerima segala amal dan ibadah kita di bulan Ramadhan. Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[Fathul Bari 2/446] : “Dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata (yang artinya) : Para sah

INSIDE KA'BAH DAN DETIK TERAKHIR SAKARATUL MAUT RASULULLAH SAW..

Inside Ka'bah Saudaraku seiman, gambar ini (bagian dalam Baitullah) adalah hadiah istimewa bagi kita semua (terutama bagi yang belum pernah masuk atau belum pernah melihat/memiliki gambar seperti ini). Silahkan

WASPADA BAHAYA KEBAKARAN HUTAN !!!

Kebakaran hutan seolah-olah menjadi tradisi. Bagian dari tradisi kegiatan yang mengakibatkan kerusakan hutan. Gimana enggak coba? Hampir setiap tahun sejak abad ke-21 kebakaran hutan selalu terjadi. Baru-baru ini di negara kita, tepatnya di wilayah Tanjungpinang – Kepulauan Riau, beberapa lokasi hutannya kebakaran bro. Sungguh mengerikan. Sampai kapan ya, hutan di dunia ini terhenti dari kebakaran ?? . Untuk kasus kebakaran yang terjadi khususnya di wilayah Tanjungpinang, mengawali Tahun 2010 dalam 1 bulan ini saya hitung sudah sekitar 14 kali terjadi kebakaran di beberapa titik yang sebagian besar adalah lahan / hutan….waduh..cape dehhhhh. Pada musim kering seperti saat ini, risiko kebakaran di kawasan hutan cukup tinggi, mengingat kondisi hutan yang kering mudah terbakar. Panas menyengat yang terjadi dalam 1 bulan terakhir menimbulkan hot spot (titik panas) pada sejumlah wilayah khususnya di Tanjungpinang, dan tentu saja rawan kebakaran hutan. Perlu diingat bahwa dampak terjadinya ke